Pertemuan itu telah lama dinanti. Berbagai analis menilai bahwa hasil dari KTT itu akan menjadi tonggak masa depan arah hubungan antara Korut dan AS.
Di samping itu, KTT tersebut akan menjadi penentu mengenai denuklirisasi di Semenanjung Korea serta keterbukaan rezim Kim Jong-un terhadap komunitas internasional, dan khususnya, AS.
Akan tetapi, beberapa penduduk Singapura punya tanggapan yang beragam mengenai perhelatan yang berlangsung di negaranya tersebut.
Mulai dari mengeluhkan mengenai mekanisme keamanan yang diterapkan di Singapura jelang hari puncak KTT, hingga hasil dari pertemuan Kim-Trump itu sendiri.
"Rekayasa lalu lintas dan keamanan di sekitar lokasi tempat mereka (Kim-Trump) menginap dan bertemu, sedikit mengganggu kami," kata salah seorang penduduk lokal Singapura yang meminta anonim, saat diwawancarai pada 10 Juni 2018.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi taksi online itu mengatakan, "Ada penutupan dan barikade jalan dari polisi di lokasi-lokasi tersebut. Buat kami para pengemudi, jadi cukup sulit untuk mengakses ke area penumpang yang memesan."
"Apalagi, lokasi mereka (Kim-Trump) menginap dan bertemu adalah lokasi di mana turis suka memesan taksi online," kata pria itu.
Pantauan Liputan6.com di Singapura, sejumlah barikade keamanan dan rekayasa lalu-lintas diterapkan di sejumlah jalan dan persimpangan, seperti Tanglin road, Orange Grove road, dan akses jalan menuju Hotel Capella di Pulau Sentosa.
Tanglin road merupakan lokasi Hotel St Regis, tempat Kim Jong-un dan delegasi Korea Utara menginap jelang KTT puncak 12 Juni. Sementara, Orange Grove road tempat Hotel Shangri-La berada, di mana Donald Trump dan delegasi AS bermalam.
Sementara itu, Hotel Capella di Pulau Sentosa merupakan lokasi pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara - AS.
Belum lagi rekayasa lalu lintas di jalan protokol Singapura ketika konvoi kendaraan para delegasi melakukan mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain.
Salah satu contoh, pada 10 Juni 2018 sekitar pukul 18.50, arus kendaraan di sepanjang Tanglin road, Orchard road, sampai ke Istana Singapura harus disetop demi membuka jalan bagi konvoi kendaraan Kim Jong-un dan delegasi Korea Utara yang hendak bertemu dengan PM Singapura Lee Hsien Loong.
"Semua keriuhan ini hanya demi sebuah pertemuan yang belum tentu membuahkan hasil yang positif. Apalagi KTT itu mempertemukan Trump-Kim di mana belakangan ini mereka kerap berseteru," kata pengemudi taksi online itu.
"Tapi itu menurut sudut pandang saya sebagai warga lokal. Kalau saya melihatnya dari sudut pandang yang lebih luas, tentunya keriuhan yang terjadi di sini cukup sebanding jika nantinya KTT itu membuahkan hasil positif untuk perdamaian, jadi kita tunggu saja," ia menjelaskan.
Andrew, WN Australia yang beberapa tahun terakhir menetap di Singapura mengatakan bahwa agenda KTT Korea Utara - Amerika Serikat yang mempertemukan Kim Jong-un dan Donald Trump hanyalah aksi publisitas semata.
"Semua ini, aksi publisitas saja," kata Andrew menunjuk keramaian di sekitar St Regis.
"Ini dilakukan untuk membuat AS dan Korea Utara tampak baik. Tak ada hasil berarti nanti kalau menurut saya," ia menambahkan.
Namun, menurut Suga, warga negara Jepang yang berdomisili di Singapura punya pendapat berbeda.
"Pertemuan ini sungguh penting. Buat Korea Utara dan AS, mengingat kerumitan hubungan mereka selama ini," kata Suga saat diwawancarai di luar hotel St. Regis, saat menanti kedatangan pertama konvoi Kim Jong-un dan delegasinya.
"Apalagi buat Jepang. Hasil dari pertemuan ini akan sangat penting. Dan saya harap, kalau KTT membuahkan hasil positif, pada akhirnya, Kim akan mau bertemu dengan (Presiden Jepang) Shinzo Abe untuk memperbaiki hubungan Jepang-Korea Utara yang selama ini cukup buruk," kata Suga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar